"Fadli! Ayo cepet ke lapangan. Sebentar lagi
giliran kita buat ngurusin anak baru."
Mendadak lamunanku lenyap setelah dikagetkan oleh
ajakan Rifky. Lantas aku bangkit dari satu garis anak tangga yang sejak tadi
sepi tanpa dilewati gerombolan Pasukan Putih-Abu-abu. Kupandang sejenak
rerumputan hijau yang menikari permukaan taman. Sudah terlihat kering setelah
empat jam lamanya matahari menebar panas dan meminum butiran-butiran air hujan
yang beberapa saat lalu mengguyuri rumput itu.
"Oh ya. Eh.. Kita ngelatih PBB buat kelas
berapa?" Tanyaku.
"Kita kebagian kelas X AK 2. Nah, ayo
makannya cepetan siap-siap. Gue nggak sabar pengen kenalan sama anak baru.
Katanya anak cewenya cakep-cakep."
Itulah Rifky. Teman satu ekskul paskibku yang
selalu kegatelan dengan perempuan. Hobinya nembak cewe. Dan pantasnya disebut
playboy karna sama sekali nggak ada karakter kesetiaan dari sosoknya.
Sementara bagiku, diriku sendiri adalah seorang
remaja yang memiliki jiwa kesetiaan dan mencerminkan penuh kasih pada seseorang
yang sungguh-sungguh menginginkanku. Aku jadi teringat kembali pada lamunanku
tadi. Aku memikirkan dia. Seseorang yang kumaksudkan itu telah bersinggah lama
didalam hatiku. Bertahan keras dan membuatku teguh untuk tidak berpaling dan
melirik wanita lain.
Dia perempuan yang kukenal empat tahun lalu
ketika aku duduk di bangku kelas delapan esempe. Berjiwa dingin dengan wajah
yang menampilkan kesejukan bagi orang yang menatapnya. Beningnya bola mata yang
selalu menawarkan penjamahnya untuk tidak mengedipkan pandangan terhadapnya,
masih terlukis jelas dalam bayang ingatanku. Sosok yang dikagumi setiap lelaki,
raut yang benar-benar indah, menawan dan mengagumkan, dialah yang sampai saat
ini kurindukan. Dialah Anna.
Aku masih sangat hafal pada kejadian empat tahun
lalu. Ketika pertama kalinya aku menjabat punggung tangannya dan memulai
persahabatan dengannya. Senyum manis pun saling terulur. Mewakilkan banyak rasa
untuk diungkapkan. Aku dan Anna berada dikelas yang sama, kelas 8-4. Dan mujurnya,
bukan hanya sekelas, tapi duduk bersebelahan pula.
Aku pun sangat bahagia bisa setiap hari berada
disampingnya. Bisa saling bertanya dan menjelaskan pelajaran, kadang bercanda
dan tertawa, sampai-sampai saling curhat tentang berbagai masalah. Sehingga
rasa yang kurasakan saat itu terasa beda dan lebih tinggi. Rasa persahabatan
itu berubah menjadi perasaan suka dan cinta kepadanya. Rasa yang baru kurasakan
dalam hidup. Rasa yang tak yakin, tapi membuatku nyaman. Yaitu rasa ingin
memilikinya.
Empat bulan berlalu begitu lama. Rasanya aku
sangat menghayati di caturwulan pertamaku dikelas delapan. Meskipun aku belum
juga mengatakan rasa yang sebenarnya kepada Anna. Karna aku masih belum berani
untuk mengatakan hal semacam itu. Hal yang gila dan membutuhkan mental tinggi
karena harga diri taruhannya.
Hingga akhirnya semester pertama berakhir. Namun
yang kulakukan hanyalah mengulur-ngulur waktu tanpa adanya rencana dan tujuan
yang jelas. Sampai pada saatnya aku menyadari akan semua kesempatan yang kubuang,
dan aku sangat menyesal ketika aku menyianyiakan banyak peluang yang kumiliki.
Aku menyesal. Permaisuriku dirampas oleh orang lain!!
Aku kehilangan dia. Aku melaluinya begitu saja.
Aku lebih banyak berdiam dibanding berusaha menunjukan cintaku yang tersirat.
Dan kini, aku selalu melihat Anna yang duduk berdampingan dengan Andri,
pacarnya, di bangku panjang depan kelas. Menyesakan. Bawaan hati ingin sekali
kuludahi wajah cowok disamping Anna itu.
Aku seperti kehabisan akal. Yang kulakukan
hanyalah kembali menunggu. Entah apa yang kutunggu. Karna sampai kenaikan kelas
pun Anna belum juga putus dengan Andri. dan jarak antara aku dengan Anna pun
semakin terasa ketika aku harus berada dikelas yang berbeda dengannya.
Tapi tebak, apa yang membuatku makin ragu untuk
mendapatkannya? Anna tidak menghiraukanku lagi semenjak awal kelas sembilan.
Anna sama sekali tidak membuka mulutnya untuk mengobrol seperti biasa denganku.
Jangankan bicara, membalas kata `hai` saja juga tidak. Bagaikan sudah lupa akan
segalanya.
Tak tahu, aku sama sekali tak mengerti dengan
pengabaiannya. Namun anehnya aku selalu ditatap mata beningnya setiap kami
berpapasan. Pancaran matanya pun beda, kali ini lebih kuat dan seolah terisi
banyak harapan yang ingin diungkapkan olehnya. Memberikan tawaran bagi kedua
mataku untuk ikut terikat dalam garis penglihatannya.
Setiap hari berjalan sama. tidak beda dan seperti
biasa. Aku cuma bisa bermain mata dengan gadis seusiaku itu. Tak ada upaya yang
bisa kulakukan untuk merapikan kembali kesalahanku dulu. Dan aku juga tak tahu
sedang kuapakan lagi dia. Tidak melepas, tidak juga bertahan. Mungkin sedang
dalam puncak kebimbangan.
Empat minggu menjelang Ujian Nasional, aku
mendapat kabar gembira kalau Andri sudah putus dengan Anna. Serasa hembusan
angin musim datang berlalu melewati lahan hatiku dan menumbuhkan kembali
bunga-bunga cinta yang bermekaran indah. Memunculkan kembali setitik cahaya
yang memberikan percikan harapan didalamnya. Kini giliranku, aku yang akan
membidik Anna dengan busur dan anak panah yang telah kusiapkan dipunggungku.
Dan tepat ketika hari pengumuman kelulusan tiba,
ketika semua siswa bersorak girang dalam memeriahkan kelulusannya, ketika semua
perasaan di hati hanya terdapat kebahagiaan, termasuk aku dan Anna yang juga
sedang berada dalam puncak kebahagiaan, ketika itulah aku menyatakan sebuah
rasa yang sudah tak tahan lagi bagiku untuk memendamnya. 'Annabella, aku sayang
kamu!'
Namun apa yang kudengar saat itu? Kau tahu? Aku
DITOLAK!! Rasa sesak kembali hinggap. Lebih pahit dan sangat menghimpit.
Perasaanku hancur berkeping-keping. Sudah sangat lelah aku mencintainya, namun
malah kepedihan yang kupetik. Semua harapanku sia-sia. Pengorbananku sejauh ini
hanyalah penantian busuk yang terbuang percuma.
Keadaan pun bertambah pahit ketika ia bilang
kalau tak lama lagi ia akan melandas ke Sydney untuk melanjutkan sekolahnya
disana. Itu juga yang menjadi alasan utama baginya untuk menyudahi hubungannya
dengan Andri sekaligus menolak mentah-mentah tawaranku. Hanya sebuah pesan
lisan yang ia tinggalkan untukku. Dan ia memintaku untuk menyimpannya baik-baik
didalam benak.
"Dulu aku mencintaimu. Tapi cintaku itu
berbah menjadi benci karena aku ngira kalo kamu nggak suka aku. Kamu terlalu
lama bertindak, Fad. Dan itu yang bikin aku terus nyuekin kamu dan ingin
sesegera mungkin aku ngelupain kamu. satu hal yang bisa kamu pelajari, jangan
terlalu lama untuk menunjukan cintamu itu. Mungkin akan sangat berguna untuk
seseorang lain yang kamu cintai nanti." Ucapnya lembut. Kemudian ia
memelukku sebagai tanda perpisahan panjang.
***
"Yee.. Malah bengong. Ayo, Fad, kita
kelapangan. Anak kelas satu udah pada ngumpul tuh." Kata Rifky sambil
menepuk pundakku. lagi-lagi dia membangunkanku dari lamunanku.
"Eh, iya sorry. Ayo cepet." Kataku
sambil merangkulnya.
Belasan deret siswa baru sudah berjajar ditengah
lapangan untuk menerima pelatihan baris-berbaris dihari pertama MOS ini. Lantas
aku dan Rifky segera menangani dua buah deret yang diisi oleh siswa kelas
sepuluh jurusan Akuntansi 2.
"Siap gerak! Lancang depan gerak! Tegak
gerak! Satu langkah samping kanan jalan! Istirahat ditempat gerak! Siap gerak!
Hormat gerak! Tahan...." Kataku memberikan aba-aba dengan tegas. Kemudian
aku berjalan ditengah barisan untuk memantau lebih dekat.
"Kamu salah. Posisi tanganmu
seharusnya......." Kata-kataku terpenggal.
Aku tersentak. Sungguh terkejut dan membuatku
terpaku. Pandangan mataku membuatku sadar kalau seseorang dihadapanku itu tidak
asing bagiku. Seseorang yang sama persis dengan orang yang selama ini kunanti,
kusayangi, dan kurindukan. Seseorang yang kian hari kian kucinta, kian lama
kian kudamba. Sosok yang indah, ramah, dan penuh kesejukan. 'Anna, itukah
kamu?'
"Seharusnya gimana, kak?" Tanyanya.
"Se..seharusnya..be..begini.." Jawabku
terbata-bata sambil mengatur tangannya.
Seusai latihan baris-berbaris, aku cepat-cepat
menghadang wanita itu. Dan tanpa basa-basi, aku langsung memperkenalkan diri
dan berharap bisa tahu lebih dekat dengan dirinya.
"Hey. Namaku Fadli, kelas XII Multimedia 1.
Kalo kamu?"
"Eh, hey, Kak. Aku Lilia, kelas X AK 2."
"Hey, Lilia. Salam kenal yaa.. Ng.. Kita
bisa saling kenal lebih dekat kan? Kalo ada sesuatu yang mungkin bisa kubantu,
bilang aja."
"Iya, Kak. Tentu." Ucapnya ramah.
Nyaman. Pertemuan yang melegakan. Dadaku terasa
sedikit lapang setelah mengenalnya. Sebuah kehadiran tak terduga datang
menenangkan batinku. Sebut saja sebagai hadiah masa lalu. dan kuharap dia bisa
menjadi pengganti Anna untuk mengobati rasa sakitku yang berderai begitu lama.
Empat belas hari telah berlalu, aku menyadari
kalau aku jatuh cinta dengan Lilia. Dan aku merasakan kalau hatiku semakin
luntur dari Anna. Bahkan mungkin nama itu telah lenyap tak tersisa. Tergantikan
oleh paras Lilia yang setiap harinya selalu ada bersamaku.
Dari situ, aku mencoba untuk memanfaatkan
kesempatanku. Tidak ada lagi penyia-nyiaan yang berujung percuma. Melainkan
menuruti pesan Anna dua tahun lalu untuk tidak terlalu lama dalam menyatakan
cinta, serta menyikapi pengalamanku lalu yang dulu pernah kualami. Dan itu akan
kucoba untuk mempraktikannya dengan Lilia.
Seiring jalan, hubunganku dengan Lilia semakin
dekat. Dari omongan biasa menjadi serius. Dari ucapan canda menjadi ucapan
puitis, romantis, dan harmonis. Sampai saatnya ia terkena pancingan kata-kataku
yang secara tak langsung menyatakan kalau ia juga suka kepadaku. Membuatku
makin percaya diri untuk mengeksekusi perburuan cinta.
Hingga pada suatu hari, dimana aku memintanya
untuk menemuiku sejenak di perpustakaan sekolah setelah jam pulang berbunyi.
"Lilia, entah kenapa selama aku ngeliat
kamu, aku sangat merasa nyaman didekat kamu. Aku sayang kamu." Ucapku
dengan sorot mata yang penuh harapan.
"Aku juga sayang kamu, Kak." Jawabnya
singkat sambil merebahkan senyum malu diantara kedua lesung pipinya yang manis.
Mulai saat itu, hubunganku dengan Lilia sudah
berganti menjadi status berpacaran. Menggelikan sekali, tapi menentramkan. Dan
hal baiknya, aku menjadi tertolong dengan adanya Lilia yang membantuku dalam menerangkan
kembali materi-materi kelas satu yang nantinya akan disajikan dalam UN.
Sepanjang hari, aku selalu merasakan kebahagiaan
yang luar biasa. Cinta kami berjalan sempurna. Saling menebar kasih yang
memberikan jutaan kesejukan serta kenyamanan. Beragam kelezatan selalu kutelan
dari hidangan manis yang ia sajikan. Pertama kalinya dalam hidupku aku
merasakan betapa indahnya mencintai dan dicintai seorang kekasih.
Hubunganku dengannya terus bertahan hingga aku
lulus ujian dan tamat sekolah. Sementara Liliaku itu naik ke kelas sebelas
dengan hasil yang sama memuaskannya dengan hasilku. Dan aku mendapatkan tawaran
pekerjaan sebagai programmer di salah satu perusahaan stasiun televisi swasta.
Tanpa ragu aku mengambilnya sekaligus juga aku mengikuti perkuliahan dibidang
IT yang sudah aku rencanakan sejak dulu. Tapi itu bukan penghalang bagiku untuk
berhenti memperhatikannya. Aku masih bisa menyempatkan diri untuk mengantarnya
kesekolah, dan terkadang di hari minggu aku mengajaknya jalan-jalan kesuatu tempat.
Hari libur diakhir bulan, aku bisa menghirup
napas lega dan menghilangkan rasa penatku karena hari ini aku bebas dari
kerjaan dan kegiatan kuliah. Plus, jutaan rupiah bersarang ke kantongku atas
gaji yang kuperoleh dari bayaran kerja sebulan.
"Kriing..." Handphone ku berdering.
Dari Lilia.
"Iya, Ay. Kenapa?"
"Kamu bisa nemenin aku ke bandara nggak? Aku
disuruh mama buat jemput kakak sepupuku. Bisakah?"
"Oh ya tentu. Aku kerumah kamu sekarang
ya."
"Makasih."
Piiip..
Aku pun bergegas kerumah Lilia menggunakan
motorku. Kemudian menemuinya dan ia memintaku untuk segera menemaninya ke
bandara karena tak lama sepupunya akan tiba di Jakarta. Ku tinggalkan motorku
dirumahnya, Karena ia mengajakku untuk naik taxi saja. Dan, kurang dari satu
jam, aku dan Lilia pun sampai di bandara Soekarno-Hatta.
"Ayo cepet, Ay. Aku nggak sabar pengen
ketemu mbak ku. Udah tiga tahun kami nggak ketemu." Ucapnya sambil
menarik-narik tanganku.
Ya. Pasti Lilia sangat rindu akan perpisahan
panjang yang merenggang selama hitungan tahun dengan sepupunya. Aku pun jadi
tak sabar ingin melihat bagaimana ekspresi mereka nanti saat saling bertatap
muka. Tentunya akan menjadi hari nostalgia yang terasa hangat didalam ruang
rindu mereka.
"Mbaaak....!" Teriak Lilia kegirangan
kepada salah satu wanita yang berdiri diantara laju kaki-kaki yang berlalu
lalang.
Tapi.., Haaah..!!? TIDAK MUNGKIN!! A.. Aku tak
percaya!! A.. Aku kembali berjumpa dengan dia!!? Seseorang yang dulu
kuinginkan. Seseorang yang dulu kukagumi, kucintai, dan kusayangi. Seseorang
yang dulu membuatku kacau, berantakan dan tak karuan. Seseorang yang masih sama
seperti empat tahun lalu, namun hanya badannya saja yang terlihat lebih tinggi
dari sebelumnya. Aku tak menduga. kalau orang yang disebut-sebut Lilia sebagai
sepupunya adalah... Annabella!!
Aku terhenyak. Terhanyut begitu dalam.
Pandanganku membeku, dan kedua mataku tidak dapat membohongi kalau itu bukan
dia. Perempuan yang kini berdiri tepat dihadapanku dengan roman muka yang
menampilkan keterkejutan yang sama tak menduganya seperti ku, itu benar-benar
dia. Permaisuri ku lalu!!
"Mbak? Kok melongo aja sih? Kok nggak peluk
aku? Mbak nggak kangen nih?" Tanya Lilia yang juga ikut keheranan melihat
raut wajah sepupunya.
"Mbak kangen, Sayang. Kangen banget."
Kedua saudara itu pun berpelukan. Dan terlihat
Anna mulai menangis. Namun, entah menangis karena apa. Karena seharusnya ia
tersenyum dalam perjumpaannya. Kalau diperhatikan, mereka berdua memang mirip,
dan seperti kembar identik.
"Oh ya. Kenalin, ini mbak Anna, sepupuku.
Mbak, ini Fadli, pacarku." Ucap Lilia memperkenalkan. Padahal aku dengan
Anna sudah saling kenal jauh sebelum ini.
Namun yang kutangkap dari wajah Anna adalah rasa
heran yang berlipat-lipat dari sebelumnya.
"Pacar?" Tanya Anna seraya mengerutkan
dahi dan perlahan ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iya." Aku menukas.
"Fadli, aku nggak nyangka kalo kamu begitu
cepat ngelupain aku. Dan kamu, menggantikanku dengan yang lain. Asal kamu tau,
aku udah nanti-nantiin keberangkatanku ke Jakarta ini. Aku nggak tahan nyimpen
rindu ke kamu. Tapi apa yang aku dapatkan? Rasa pahit yang menyesakan."
Ucap Anna dengan nada lirih dan kedua matanya mulai mengalirkan setetes tangis.
"Tunggu, Jadi kalian udah saling kenal? Dan
maksud mbak tadi, orang yang dulu sering mbak omongin ke aku, orang yang dulu
mbak cintai, itu kak Fadli?" Tanya Lilia yang mulai mengerti dengan
peristiwa ini.
"Iya." Jawab Anna singkat.
"Ma.. Maaf mbak kalo gitu. A.. aku rela kok
buat mutusin......"
"Enggak, Ay." Potongku cepat.
"Masa lalu adalah masa lalu. Anna yang sekarang bukan lagi Anna yang dulu.
Begitu juga dengan aku. Anna sendiri yang mengajarkanku kalau aku nggak boleh
terlalu lama dalam menyatakan rasa disaat aku menemukan cinta. Dan cintaku kini
adalah kamu, Ay! Kamulah cintaku! Lilia, sayangku, kamu nggak bisa mutusin aku
begitu saja. Karena kamu, adalah hadiah masa lalu ku." []