Sabtu, 27 Agustus 2011

Disconnected

Net Detective Office, pukul tujuh lewat dua puluh menit. Aku sudah bertahta di sofa panjang lobby. Bersama dua orang temanku yang sejak tadi memperdebatkan persoalan mereka. Terlalu awal bagiku untuk datang ke kantor hari ini. Ya. Aku melakukan ini karna memang ada kepentingan lain. Siang nanti aku akan mengikuti sebuah seminar. Bersama kedua temanku ini. Ive (Caendix) dan Ziyan.

Sebuah seminar yang akan membahas tentang pemecahan kode dan berbagai cipher. Terpaksa aku menghadirinya. Karna diperintah oleh atasanku, Atsavin. Si penanggung jawab terbesar perusahaan yang dipercayai oleh pak Kuro. Memang benar aku terlalu awam untuk kasus-kasus berbau kode. Dan aku tampak dungu ketika kelas kode disekolah berlangsung. Walaupun sang guru yang mengajarkanku adalah kak De, tapi tetap saja aku tak juga paham. Terlalu sulit bagi otak ku ini untuk mencernanya.

Tempat seminarnya cukup jauh. Tepatnya di kota Bandung. Memaksa kami untuk hadir disini pagi-pagi sekali. Aku pun tak mengerti mengapa Ats malah menyuruh ke tempat yang sangat berjarak. Huh.. Mengesalkan. Ehm.. Apa mungkin karna disana pengajarnya bagus. Atau karna udaranya sejuk sehingga otak mudah menpelajarinya. Tetapi, tetap saja yang namanya menyebalkan itu menyebalkan.

Sudah sepuluh menit waktu berlalu, aku masih menanti kedatangan seorang temanku yang lain. Fufu. Si cowok lucu yang tak pandai mengatur waktu. Bisa sampai satu jam aku menunggunnya disini. Membuatku makin ngantuk di pagi kamis ini. Tidak hanya Fufu. Aku juga harus menunggu kedatangan kak Tamin yang nantinya akan mengantarkan kami berempat kesana. Tiga kali handphone ku menyapanya. Namun sama sekali tidak ada jawaban.

Huh.. Kok nggak diangkat sih.. Keluh ku dalam hati.

"Gak usah bo'ong deh.. Kamu emang jalan sama Tenten kan?" Ucap Ive. Telingaku pun beralih ke suara gadis mungil itu.
"Beneran say, aku nggak bo'ong. Kamunya aja yang terlalu Jealous. Aku nggak ada apa-apa sama Tenten." Ucap Ziyan balik.
Aikh.. Lagi-lagi berantem. Celetuk batinku. Cukup sering aku mendengar pertengkaran ini. Acap kali keributan muncul pada pasangan yang satu ini. Tapi tak lama, paling baikan lagi. Polanya sudah terhitung. Enggan bagiku mencampurinya. Lebih baik baca majalah.

"Vic! Diem aja nih?" Sapa seorang laki-laki yang baru datang dari luar.
"Hey Mahar!" Sahutku singkat sambil menekuni sebuah majalah.
"Ive kamu kenapa? Kokpagi-pagi udah marah-marah?" Tanya Mahar sambil mengabsen.
"Ini nih.. Si Ziyan." Jawab Ive dengan raut wajah masam.
"Udahlah kak Mahar. Jangan manas-manasin!" Seru Ziyan.
"Yee.. Siapa yang manas-manasin?" Ucap mahar balik. Aku hanya bisa tertawa melihat keanehan mereka.
"Hah.. Sudahlah" Ucapku dalam hati. Sekilas mataku tertuju kepada benda yang digengam mahar sejak tadi.

"Beli AP(Access Point) lagi har?" Tanyaku.
"Hihi.. Iya nih, orang CS(Case Solver) pada minta. Katanya wireless disana masih ngambil dari lantai lain. Jadi minta dipasangin wireless deh." Kata mahar sambil menunjuk-nunjukan AP itu kepada ku.
"Oh." Bagiku Mahar memanglah ahli dalam dunia IT. Tidak heran kalau dia bekerja menjadi Detective yang sekaligus menjadi Network Enginer di kantor ini. Hampir tak lalai ia membawa laptop. Aku pernah diam-diam mengintip data laptopnya. Ternyata isinya banyak software-software yang belum aku mengerti. Keren.
"Yaudah aku naik dulu ya. Dah Vic, Ive, Ziyan!" Kata Mahar sambil beranjak menuju lift.

"Terserah Zi kamu mau bilang apa. Sekarang aku nggak peduli." Kecam Ive.
"Dengerin dulu dong say, ini enggak kayak yang kamu kira!" Kata Ziyan memberi pengertian.
"Kamu mau bilang apa lagi? Jelas-jelas aku ngeliat dengan bola mataku sendiri. Apa lagi kalo bukan dating kalo kamu jalan di Bekasi Plaza? Nyari lowongan kerja hah?" Kesal Ive bertubi-tubi.
"Enggak Ve.. A...Aku..."
"Udahlah Zi. Ga usah banyak omong! Pokoknya sekarang kita DISCONECTED!" Ketus Ive yang kemudian melangkah meninggalkan lawan bicarannya menuju toilet.

Aku pun tersontak kaget setela mendengar Ive mengucapkan kata-kata itu. Tak sempat menduga. Dan tidak percaya. Kalau kali ini Ive menyudahi hubungan spesialnya dengan Ziyan. Biasanya tak sampai seperti ini. Dan kini. Aku mengerti. Ive benar-benar marah. Ia melontarkan gejolak rasa yang belum pernah kusaksikan sebelumnya.

"Zi.." Sapa ku dengan mata berkaca-kaca.
"Ke..Kenapa.." Jawabnya dengan nada datar.
"Selamat Zi! Kamu mencapai rekor baru!" #Jegeeeer!!!
"Apanya yang selamat woy!?" Amuk Ziyan.
"Selamat menjalani hari-hari sepi. hihi.." Celetukku meledek. Selebihnya... Aku tak peduli.

Lama sudah aku mematung disini. Sambil memperhatikan orang-orang yang masuk dan keluar lobi. Berlalu lalang tanpa memerhatikan keadaan sekitar. Jarum-jarum jam dinding pun terus menari. Mengitari lingkaran kaca dengan teratur. Dan kini alarmnya kembali berbunyi. Seakan meminta semua sisa kesabaranku. Pandanganku tak juga lepas dari pintu. Berharap dua orang yang kutunggu itu muncul dari kejauhan. Dan setelah itu, akhirnya datang juga. Laki-laki bernama Fufu berjalan mendekat.

"Maaf ya kawan. Fufu telat dateng soalnya jam tangan Fufu lupa ditaro mana. Jadi tadi Fufu nyari-nyari dulu deh." Katanya dengan penuh kepolosan.
"Lu tu ye, tiap hari gak pernah berubah. Telaaat mulu... Masa gara-gara jam doang sampe tega-teganya buat kita nunggu." Ocehku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tau nih Fufu. Bosen tauk nunggu itu." Tambah Ziyan.
"Hihi.. Iya deh. Fufu minta maaf banget." Ucap Fufu sambil menggaruk-garukan kepalanya.
"Mana juga nih kak Tamin. Huh. By the way, sayangku kamana ya? Kok gak balik-balik lagi." Kata Ziyan sambil celingak-celinguk.
"Dia masih sebel kali sama lu. Makannya dia ogah kesini." Ucapku dengan tawa kecil.
"Lah emang Ive kenapa?" Tanya fufu sambil menyandarkan kepalanya di sofa.
"Ive mutusin Ziyan. hahahahaha...." Aku pun tertawa geli.
"Teganya kalian."

Kami pun bercanda-canda. Tertawa-tawa. Bertukar kisah. Tanpa menghiraukan waktu yang terus berjalan. Namun ditengah perbincangan ku dengan kedua orang ini, munculah sesosok laki-laki dengan mengenakan sweater coklat.

"Om Kim ngapa pake sweater? Ini kan summer. Panas tauk!" Ketus ku.
"Tau nih om kimble aneh-aneh aja." Tambah Fufu.
"Sesungguhnya aku juga mengerti Cak. Tapi, apakah memang tak boleh jikalau aku bergaya?" Kata om Kimble seperti orang yang baru belajar tata bahasa Indonesia yang baku.
"Oalah om Kimble gaya nya!" Seru kami serentak.
"Keren kan. Pasti Belian bakalan nempel sama gue deh." Ucapnya sambil menggunakan ID Card nya itu di absen elektronik.
"Ha'? Om Kimble?" Kataku sambil mengerutkan kening.

Ia pun langsung ngeluyur pergi. Dengan gaya jalannya yang khas. Tengok kanan tengok kiri mencari perhatian gadis-gadis. Akan tetapi.. Ouch.. Kakinya kesandung.. Gubrak.. Masih belum.. Bruak.. Nubi muncul tiba-tiba dan kakinyajuga tersandung kepala om Kimble. Gubraaak...

"Hhh..Hu..Hu..Huhuaaahahahahahaha.." Aku, Fufu dan Ziyan tak kuat menahan tawa. Menepuk-nepuk paha saking konyolnya tingkah mereka. Tak hanya kami, resepsionis dan satpam lobi pun juga ikut ngakak bersama disini. Dasar aneh. Untung nya tidak banyak orang yang berada disini. Walau bagaimanapun, aku tetap menolongnya. Memunguti alat perkakas yang berceceran di lantai.

"Aduuh Bi. Kalo jalan liat-liat napa!" Seru Kimble.
"Lah om Kim duluan yang salah. Kenapa tidur-tiduran di ubin!?" Balas Nubi."Sembarangan bilang gue tidur! Gue kesandung bi..! Woy..! Eh elu malah nendang gue. Berat-beratin penderitaan gue aja lu bi!" Amuk Kimble.
"Udah udah" Kataku sambil mengigit bibir menahan tawa.
"Lagian, ngapain juga bawa-bawa kotak perkakas Bi? Tanyaku sambil memasukan satu per satu alat perkakas kedalam tempatnya.
"Ini nih suruhannya bang De."
"Emang kenapa sama bang De?" Tanyaku lagi.
"Tau ahh.. Lagi kesel sama bang De." Jawabnya dengan wajah masam.

Sekilas aku melihat Kimble memungut seutas kabel pendek yang tadi terjatuh dan kemudian dimasukannya kedalam saku sweater. Lantas aku bertanya, " Itu kabel UTP dibawa-bawa buat apaan om Kim?"
"Ada deh.." Jawabnya singkat sambil berpaling menuju lift.
"Makasih kak Vic!" Ucap Nubi sambil bangkit dan melangkah keluar gedung.
"Mereka berdarah kok nggak diobatin?" Tanya Fufu.
"Biarin. Mereka kan kebal." Ziyan meledek setelah mereka pergi.

"Ive kemana sih?" Ziyan kembali membahas Ive.
"Gatau" Kataku sambil mengangkat bahu.
"Telpon aja!" Fufu memberi solusi.
"Nah iya" Aku menukas. Ziyan mengangguk. Ia merogoh saku celana panjangnya. Didapatkannya sebuah handphone. Dipanggilnya Ive. Hingga mereka dapat saling terhubung.

"Ve.." Ziyan melunakan suaranya. Hal yang biasa dikala Ziyan merasa bersalah. Hal yang wajar disaat ia mencba mengalah.
"Ve maafin aku." Ziyan melanjutkan ucapannya. Pertanda Ive menyahuti Ziyan.
"Kamu boleh kok mutusin aku. Tapi tolong, dengerin aku sekali ini." Lanjutnya lagi.
"Terima kasih Ve.. Sekarang kamu lagi dimana?............. Ehm.. Ngapain?............. Oh yaudah aku kesitu yaa........... Loh kenapa............ Lantai 4? Sama siapa?.................Athin?............... Oh yaudah, jadi gini nih?.............. Enggak apa apa................. Yaudah nanti aku panggil Tenten juga ya............. Iya terserah kamu.............. Apapun itu............ Oke, Miss U!" Ziyan menyuguhkan untaian untaian kata romantisnya. Ia terlihat lega. Ziyan menghirup nafas panjang dan menghembuskannya lepas-lepas. Kemudian menenggelamkan tatapannya ke arahku. Membuatku bingung dan bertanya tanya dalam hati tentang dirinya.

"Doakan ya friend." Katanya kepadaku. Akupun tersenyum. Lucu. Menganggap kalau tingkahnya terlalu berlebihan. Tapi aku mengangguk pasti. Mengiyakan permintaan Ziyan walau mengundang kecemburuan dalam benakku.

Aku, Ziyan. dan Fufu mendadak hening. Tak melanjuti obrolan. Tak mengerti melakukan hal apa lagi untuk mengisi waktu kosong ini. Saling berpisah dari topik perbincangan. Terhanyut dalam lamunan masing-masing. Aku mencoba mengeluarkan sepenggal kalimat. Namun suara dering handphone lebih dahulu membangunkanku.

"Yulda?" Ucapku setelah melihat nama kontak yang memanggilku dilayar handphone. Aku membiarkan sejenak. Mencoba menerka sebuah hal yang akan disampaikannya. Mungkin hanya sekedar sapaan selamat pagi. Seperti yang ia katakan di pagi-pagi sebelumnya.

"Hi. Ada apa?" AKu memulai pembicaraan.
"Kak Vicak cepet kesini! Ada yang aneh. Barusan ada yang iseng nyalain petasan. Dan sekarang koneksi internet putus semua." Terkaan ku salah. Yulda berkata tergesa gesa. Seperti memaparkan sebuah hal yang darurat.
"Hah? Internet putus kenapa?"
"Aku nggak tau. Udah cepet kamu kesini. Bang De udah marah-marah nih."
"I..Iya. AKu naik kesitu. Tunggu ya!" Seruku sebelum memutuskan sambungan. Kini aku kembali bertanya-tanya dalam hati dengan kejadian yang lain lagi. Kali ini terdengar genting. Kesibukan berhamburan. Harusnya sekarang aku dalam perjalanan menuju seminar. Namun tidak tanpa adanya kak Tamin yang mengantar. Tanpa banyak fikir, aku memutuskan untuk melalaikan lobi dan melompat kelantai lima.

"Ziyan, Fufu, ayo ke atas! Ada sesuatu yang aneh kayaknya." Ajakku sambil memandangi mereka bergantian. Kami pun bergegas menuju lift. Ku pandang lampu lift. Sedang menyala di lantai nomor sembilan. AKu bersandar di dinding putih selagi menunggunya turun terlebih dahulu sebelum mesin itu mengangkat kami. Terlihat lift nomor satu tidak berjalan. Hanya tersisa lift nomor 2 yang beroperasi. Gedung ini hanya memiliki dua lift. Jumlahnya sedikit karna gedung ini hanya tersusun dari 12 lantai. rasanya tidak terlalu buruk dalam ukuran seperti itu.

Lift pun tiba. Pintu warna perak nya terbuka. Kami melangkah masuk. Lalu kutekan tombol angka lima. Pintunya tertutup kembali. Kami terangkat naik seraya mendengar suara lembut mesin. Tak sampai semenit. Ting! Kesekian kalinya lift itu berbunyi. Sangat khas. Mengingatkan kami kalau kami telah berada di tujuan. Lalu, Tubuhnya kembali terbuka. Kami melangkah keluar memijaki lantai berkeramik putih.

Aku terkejut setelah melihat orang-orang berkerumun. "Kok rame?" Aku mengerutkan kening. Berbagai tanda tanya hadir dalam benakku. Aku, Fufu dan Ziyan saling menatap bergantian sambil menampilkan raut wajah kebingungan.

"Kak Vicak!" Yulda datang mendekat.
"Ada apa ini?" Tanyaku.
"Ada orang yang iseng kak." Yulda terlihat kesal. Matanya menajam kearah rerumunan itu..
"Siapa yang iseng?"
"Gak tau. Masih belom jelas siapa orangnya."
"Iseng gimana sih? Coba cerita." Pintaku.
"Tadi aku lagi nunggu lift. Aku mau turun. Terus lift nomor satu dateng. Eh, waktu pintunya kebuka, ternyata ada petasan yang sumbunya merantai didalemnya. Petasan-petasan itu langsung meledak. Aku kaget. Tapi aku langsung tahan liftnya. ORang-orang pun pada dateng setelah denger suara itu. Terus bang De berhentiin lift ini buat diselidiki."

"Di lift itu cuma ada banyak petasan yang udah meledak sama sebuah botol plastik yang isinya sebuah kertas. Kertas itu berisi kode. Nggak ada orang sama sekali di situ. Maka dari itu, orang sini pada mikir kalo ini cuma ulah orang iseng." Yulda memberikan penjelasan. Ujarnya sangat meyakinkan. Rasanya tak mungkin jika ia berbohong. Mataku menerawang kebawah. Menghayati setiap ucapannya tadi.

"Kamu kebawah mau ngapain?"
"Aku mau ketemu Acha di lantai 4"
"Oh iya. Tadi kamu bilang koneksi internet putus putus kan?"
"Iya. Koneksi putus tak lama setelah orang-orang bubar dari lift. Setelah kita sadar kalo koneksi putus, kita berkumpul kembali ditempat ini. Ternyata, ini bukan sekedar orang iseng. Tapi Orang iseng yang sangat iseng." Yulda menggeleng-geleng kepala.
"Hmm.. Coba jelasin siapa aja yang ada disini. Apa semuanya keluar ruangan tanpa sisa?" Tanya Fufu sambil maju beberapa langkah kedepan.

"Waktu petasan meledak, semuanya keluar ruangan. Semua CM ada disini kecuali kak Tabi yang lagi di toilet. Tapi anehnya, waktu orang-orang lagi ngumpul disini, sama waktunya setelah waktu meledak, si Acha tiba-tiba keluar dari ruangan. Padahal dari tadi nggak ada dia disana. Entah muncul dari mana. Dan enggak ada yang ngeliat si Acha di dalem ruangan."
"Kalo gitu berarti pelakunya Acha." Ziyan asal bicara sambil bersiul-siul tak jelas. Aku abaikan ucapannya. Tanpa sedikitpun melirik ke sumber suara itu.


"Ehm.. Cuma itu?"
"Masih ada. Om kim dan kak Raito muncul dari lift nomor dua setelah kita sadar kalo internet putus. Om kim datang membawa tas. Hari ini dia telat dateng. Lalu kak Raito ingin ke lantai tujuh. Katanya sih dipanggil mahar. Tapi kak Raito malah ikut nimbrung setelah ngeliat keramaian disini." Ujar Yulda. Kemudian ia menggamit tanganku. Menarik ke rerumunan. Dan memberi kesempatan bagi mataku untuk melihat kode itu.
"Maaf ya bang De, aku pinjam kode nya dulu." Yulda menyomot kertas itu dan menyodorkannya kepadaku.

4(2)+1(1)+7(2)+5(2)+2(2)+6(3)+2(2)+7(1)+5(2)+1(1)+3(2)+7(3)+5(2)+7(3)+1(2)+5(1)+2(2)+6(1)


Alamak, apa ini? fikir ku dalam benak.


"Cak, lu bisa benerin jaringan, kan? Sekarang gue minta bantuan lu buat betulin jaringan sama nyelidikin kasus ini. Tolong kerjasamanya." Bang de bangkit dari bangku tunggu. Kemudian menggantungkan telapak tangannya di pundakku. Ia melepas topi orangenya. Dan memakaikannya di kepalaku.
"Baiklah. Insyaallah bisa." Tegas ku sambil menjumputkan topi itu. Aku perhatikan sekeliling. Tidak ada Mahar disini. Tak ada orang yang mengurusi jaringan disini.
"Coba tanya Mahar! Apakah semua jaringan mati." Pintaku.

Lantas bang De menelpon mahar. "Mahar! Internet putus semua ya?" Bang de bertanya. Menelpon sambil mondar mandir. Aku hanya diam. Mengunggu jawaban keluar dari sana.
"Hah enggak..? Masa sih, Har? Coba lu kesini. Ke lantai lima." Kata bang De yang kemudian memutuskan sambungan telpon. Ia menatapku. Menimbang Bahu. Masik tak jelas keterangannya.

Ting! Mahar keluar dari lift. "Kenapa Bang?" Mahar langsung bertanya.
"Internet disini putus. Tapi kata orang CS, internet disana nggak putus. Dan dilantai lainnya pun sama. Masih connect. Cuma disini aja yang putus." Ujar bang De.
"Ah masa?" Mahar tak percaya.
"Iya." Bang De menegas.
"Tadi lu ada dimana, Har?" Aku memotong pembicaraan mereka.
"Di ruang server. Ga da orang disana kecuali gue."
"Tadi lu manggil kak Raito, kan? Ada urusan apa?"
"Gue manggil buat minta bantuan masang wireless. Kan tadi gue bawa AP." Jawabnya.

Aku terdiam. Bibirku terhenti. Mencoba menganalisa semua keterangan yang hadir. Perlahan aku mencoba merangkai setiap kejadian. Disana belum terletak keganjilan. Aku memalingkan wajah ke arah ruangan. Terfikirkan sesuatu. Aku berlari kedalam. Dengan tergesa-gesa kutarik pula tangan Yulda.

"Mana meja kamu?" Aku menghentikan langkah.
"Yang itu." Yulda menunjuk ke salah satu meja coklat. Terletak sebuah unit komputer diatasnya. Ku sambar komputer itu. Ku lihat layar monitornya. Yap. Terdapat tanda silang pada ikon My Network Place. Disconnected. Ku lirik komputer lain disebelahnya. Haah... Aneh.. Tidak terdapat tanda silang seperti yang itu. Namun kucoba pinging. Session timed out, Request timed out! Dan kucoba pandang semua komputer yang lainnya. Sama. Sesion timed out, Request timed out! Semuanya. Kecuali komputer milik Yulda. Kini aku merasa ganjil. Pikiranku melayang tak menentu. BErtebaran silih berganti dari nama-nama itu.

Aku kembali berpindah keluar. Mendapati setiap orang yang berkumpul disana. "Apa kalian yakin semua komputer tidak bisa internetan?" Kataku setengah teriak meminta keterangan tambahan.
"Iya!" Jawab mereka hampir serentak. Dua puluh orang pejabat Case Maker mengeluh.

Aku merasa kesulitan melakoni hal ini sendirian. Aku coba tengok yang lain. Ada Ziyan, Ive dan Tantina (Alias Tenten) yang tengaj berunding. Sangat serius. "Kok tiba tiba mereka disini? Mungkin lagi bahas masalah yang tadi." Gumamku dalam hati. Tapi di belakangku ada Fufu. AKu yakin dia bisa menjadi asisten yang nurut dan kalem."

"Fu. Lu mau bantuin gue mecahin kasus ini, kan? Jadi asisten. Anggap aja kalo gue Light Yagami dan lu Mikami." Pintaku diselingi basa-basi.
"Hmm... Oke!" Ia setuju.
"Coba kamu cek lift nomor satu!" Perintahku dengan lembut. Lantas ia bergegas kesana. Sementara aku menghampiri Acha yang masih tertahan disini.

"Cha! Gimana kamu bisa ada disini? Kamu tadi lewat mana?" Aku menyelidikinya. Raut wajahnya meledak panik. Terdapat keringat di permukaan keningnya.
"A..Aku kesini karna tadi ngikutin Kimble. Awalnya gini, aku ketemu Kimble di lantai empat, lantai case solver. Aku lagi duduk-duduk di bangku tunggu luar ruangan. Lagi nungguin Yulda yang kusuruh kesana buat ketemu aku. Eh tiba tiba muncul Kimble. Lalu aku nanya 'Mau ketemu siapa kim?'. 'Ah enggak' Jawabnya gitu. 'Loh kok kesini?' Tanyaku lagi. 'gue lupa lantai.' Jawabnya. Terus dia jalan kearah tangga. Mungkin dia ke lantai lima lewat tangga. Tapi waktu dibelokan ke arah tangga, om Kim jatuhin sesuati. Otomatis aku hampiri barang yang jatuh itu. Eh ternyata ID card nya. Aku ambil itu dan langsung nyusul dia. Eh begitu sampe di lantai lima, enggak ada dia. Terus aku masuk ruangan CM lewat pintu samping. Masih ngak ada dia. Gak tau dia ngilang kemana. Tapi aku ngeliat orang-orang pada ngegerumbul di luar. Aku penasaran dan coba keluar menghampiri mereka. Katanya ada yang iseng maen petasan dan naro kode. Kemudian aku coba liat kodenya. Tapi, waktu mereka sadar kalo internet putus, aku langsung dituduh pelakunya."

"Ta..Tapi bener kok Vic. A..Aku nggak tau apa-apa. Tolong Vic! Selesaikan ini dengan benar!" Acha memohon. Mencoba tegar meskipun suaranya tercekik pekik. Namun aku berusaha netral. Mengutamakan keadaan fifty-fifty untuk keadilan. Tidak menuduhnya. Juga tidak membelanya.
"Coba aku liat ID card nya." Aku meminta. Lantas ia berikan. Ternyata benar. ID card yang dipakai buat mengabsen tadi ada di Acha.
"Thank's. Nih, kamu yang pegang aja." Aku mengembalikan ID card itu.

"Vic!" Fufu mendekat. Kemudian menyambar tubuhku, merangkulku. Dan membisikan sesuatu di telingaku. " Ada yang aneh di lift satu. AKu nemu sedikit noda darah ditombol angka 4 dan 5. Apa itu kode Vic?"
"Serius lu?"
"iya."
"Kayaknya bukan kode deh Fu. Tapi sebuah petunjuk."

"Oh." Fufu melepaskan cengkramannya dari ku. Aku mendapat sedikit titik terang. Perlahan semua trik nya terbongkar. Tak lama semua cara liciknya terbuka. Hanya tinggal mendapatkan sedikit keterangan lain. Maka tak ada alasan lagi untuk mengelak bagi pelaku.
"Fu, coba lu minta keterangan kak Tabi. Gue mau nanya kak Raito dulu." Aku kembali mengandalkan kerjasama. Dan untuk kedua kalinya Fufu mengangguk. Lantas ia menjalani arahanku. Disamping itu aku mencari-cari wajah kak Raito.

"Kak Rai!" Aku memanggil dengan nada riang. Nada panggilanku. Sama halnya ketika aku mengajaknya bercanda. Bergurau. Hingga melucu. Roman wajahnya pun tak juga beda. Sama persis ketika ia sedang ceria.
"`Napa Vic?" Sahut kak Raito.
"kak Rai kok nggak nyelidikin? Nanya nanya siapa gitu buat dapet keteragan."
"Gimana gue nanya kalo gue jadi tersangka. Udah lu aja yang nyari keterangan. Lu kan jago dibidang IT. Lagian juga, lu udah dipercaya sama De. Tapi awas aja lu nuduh-nuduh gue. Bakalan gue jejelin sate biawak."'Jah ngancem' Celetuk batinku. "Oke oke bos. Tapi sekarang gue nanya lu dulu ya kak. Kenapa kakak ada di lift nomor dua. Kakak emang mau kamana? Terus ketemu sama om Kim dimana?" Tanyaku.

"Gue tadi mau ketemu mahar, di ruang server, lantai tujuh. Buat masang wireless di lantai empat, lantai case solver. Waktu nunggu lift, gue sebenernya engeh kalo lift satu nggak jalan. Jadi gue ama Kim naik lift dua tadi. Waktu nunggu itu gue ketemu Kim yang tau tau nongol dari dalem ruangan. Yaudah jadi naek liftnya barengan sama dia. Untung dia nggak maho. Eh, waktu sampe di lantai lima. Gue bingung. Kimble juga keliatannya bingung. Kok rame banget didepan lift. Itulah yang memancing gue buat ngeliat keadaan. Begitulah." Kak Raito menjelaskan. Tegas. Semuanya dapat masuk akal. Dia hanya terlihat ketika ia naik lift. Sebelumnya, tak ada orang yang melihat kak Raito disini.

"Oke kak. Makasih atas keterangannya." Tanganku kembali mengayunkan pena. Mencatat kejadian tadi ke note kecil milik ku. Namun aku kekurangan keterangan waktu. Karena memang tak seorang pun memperhitungkan jam. Tapi aku bisa menyusun rangkaian kejadian. Setelah aku memperoleh informasi siapa saja yang datang secara berurutan saat itu.

Otak ku terfikirkan alibi om Kimble. Aku coba mengintrograsinya. Salah seorang yang aku anggap pula sebagai tersangka. "Om kim!" Sapa ku dengan wajah jauh dari ramah.
"Apaan Cak?"
"Om Kim paling terlihat aneh dalam kasus ini. Sekarang Jawab pertanyaanku ini! Tadi setelah dari lobi, om Kim kan naek lift. Kenapa om Kim bisa turun di lantai empat? Terus waktu ketemu Acha, om kim sempet ngobrol bentar, kan? Terus langsung jalan kearah tangga. Tapi, kenapa om kim ngilang? Kok kayak setan aja ngilang tiba tiba? Terus kata kak Rai, om kim juga tiba-tiba nongol dari ruangan CS. Om Kim ada urusan apa? Bener kan om Kim ketemu kak Raito? Jawab pertanyaanku satu-satu!" Amukanku menggelegar. Seperti hewan buas yang kelaparan. Begitu gencar permintaanku. Tak ingin lewat satu keterangan pun.

"Cak. Nanya satu-satu `napa! Kan ribet jawabnya."
"Udah jawab aja!"
"Hmm.. Gue bisa nyasar di lantai CM karna gue lupa lantai. Pas keluar dari lift, eh tau-tau ada Acha. Terus gue nyadar kalo gue salah lantai. Ya udah, gue lewat tangga aja. Eh tapi gue mikir balik. Masa ganteng-ganteng gini naek tangga sih. Yaudah gue balik lagi ke lift. Gue lewat pintu samping ruangan CS. Terus kedepan kearah lift lewat pintu depan ruangan CS. Tadi lewat ruangan sekalian nengokin keadaan manusia-manusia disana. Terus sampe di depan lift, gue ketemu Raito. Yaudah gue naek lift bareng dia." Ujarnya dengan santai.


"Om kim ngerasa ada barang yang hilang nggak? Terus, emangnya om Kim nggak ngerasa kalo dibuntutin sama Acha?" Tanyaku lagi.
"Hilang apaan? Enggak kok. Kalo soal dibuntutin acha, mana gue tau."
"Tuh ID card nya jatoh. Ditemuin sama Acha." Kataku yang langsung beranjak pergi.

Empat puluh lima menit telah berlalu. Kasus ini tak kunjung pecah. Namun Ziyan, Ive dan Tenten sepertinya sudah terlihat ceria. Tampak semua masalah telah diakhiri dengan baik. Masalah mereka. Putus cinta. Berbeda dengan perkara yang ku perankan kali ini. Putus internet. Ini sangat berbeda. Dan memang tak sama. Tapi di balik peristiwa ini, pasti ada relasi diantara keduanya.

Fufu kembali hadir menghampiriku. Sekali lagi punggungku dirangkulnya. Kemudian ia menunjukan catatan kecil miliknya. Terdapat deretan kata yang berisi keterangan kak Tabi. Ku rebut note itu. Lalu ku pandang isinya.
'Tabi : Ada di toilet saat semua orang berkumpul di dekat lift. Alibi diperkuat oleh salah satu petugas cleaning service yang juga berada di toilet saat itu. Di dalam toilet, Ia mendengar tiga kali langkah kaki mondar-mandir meniti tangga dalam senggang waktu yang berjarak pendek. Tapi dia tak tau. Apakah orang itu naik atau turun tangga. Kemudian Tabi keluar toilet, masuk ruangan lewat pintu samping. Namun orang-orang sedang berkumpul di luar yang terlihat dari ruangan lewat pintu kaca depan. Tabi pun ikut keluar. Dan ia langsung diberitahu kalau internet putus. Kemudian ia ditahan sejenak sebagai suspect.'

Lu yakin kayak gini Fu?" Tanyaku. Ia hanya mengangguk. Aku berfikir sejenak. Rasanya wajar jika Kak Tabi mendengar langkah kaki ditangga. Karna letak toilet disetiap lantai bersebelahan dengan tangga.

Tapi tiba-tiba Nubi terlintas di kepala ku. mengingat akan kehadirannya di lobi tadi. "Lu masih inget Nubi, Fu? Tadi kan dia lewat lobi."
"Hmm.. Iya. Kenapa?"
"Gue agak curiga sama dia. Kita belum dapet keteragan tentang dia Ehm.. Sekarang ague kasih pilihan ke lu. Lu mau cari keterangan tentang Nubi atau nyari keterangan di lantai CS?" Tanyaku sambil mendelikkan mata.
"Haaa gue capek kalo harus kebawah. Gue milih nyari keterangan Nubi aja deh. Gue tanya bang De. Coz tadi Nubi bilang kalo dia lagi sebel sama bang De." Tanpa persetujuan dariku, Fufu langsung bablas pergi. Apa boleh buat. Aku cuma bisa menerima kenyataan. Sulit diterima. Juga tak dapat ditolak. Melelahkan.

Aku beralih ke lantai empat, tepatnya di ruang case solver. Barang-barangnya lebih tertata rapi dibanding ruang case maker. Keramik nya pun masih bening dan mengkilau. Tak ada noda-noda hitam bekas tumpahan makanan. Tak ada butiran sampah yang berserakan.

Kuhanturkan salam kepada orang-orang berpangkat CS disana. Ada kak Lon, kak Kid, kak Henz dan kak Premz yang tengah bekerja. Cara mereka santai. Cara kerja mereka masih diselingi oleh obrolan dan gurauan kecil. Aku salut dengan mereka.

"Apa diantara kalian ada yang ngeliat om Kimble?" Tanyaku di tengah-tengah mereka.
"Iya gue liat." Jawab kak Kid.
"Gue juga liat tadi, dia kesini. Emang kenapa Vic?" Tanya kak Lon balik.
"Dia nongol lewat mana? Terus ada urusan apa dia kesini?" Tanyaku kembali.
"Dia tau-tau dateng dari pintu samping. Ngos-ngosan gitu keliatannya. Waktu gue tanya 'Eh kimkong ngapain kemari?' Dia bilang 'Gue lupa lantai.' Tau tuh orang ngaco naget." Jawab kak Lon.

"Eh denger-denger ada yang iseng ya di atas? Tadi waktu gue ditoilet, gue denger suara lari-lari ditangga." Kak Henz menambahkan.
"hah beneran kak? Coba ceritain lagi lebih lengkap!"

"Iya. Ada suara langkah kaki yang lewatin tangga. Kira-kira.. dua kali gue denger langkah orang. Waktu pertama kali. Gue gak liat siapa orang yang lari. Terus yang kedua kalinya, barengan waktu gue keluar toilet, gue liat Acha naek tangga buru-buru gitu." Kak Henz memperjelas.
"Abis dari toilet, terus kak Henz kemana?"
"Masuk ke ruangan lah. Nah nggak lama, baru Kimble nongol dari samping." Tegasnya kembali.

Aku pun kembali merangkai kejadian dalam note itu. Kubandingkan setiap keterangan. Kusatukan setiap informasi. Dan semuanya selaras. Setiap keterangan ada hubungannya. Aku berhasil menyusun semua itu. Tapi ada satu hal kebohongan. Ada satu hal keterangan palsu. Hanya satu. Namun aku masih belum bisa meyakinkan siapa yang membual.

Aku kembali melesat ke lantai lima. Berlari melewati tangga. Tak memakan waktu lama untuk mencapai kesana. Aku menghampiri Fufu. Sepertinya ia telah mendapat sejumlah penjelasan.
"Fu, gimana keterangan tentang Nubi?"
"Nih gini. Nubi keluar sambil bawa kotak perkakas soalnya dia disuruh benerin motornya bang De. Pantes aja Nubi kesel. Lu inget kan, kalo kotak perkakas cuma ada dilantai pusat informasi, lantai tujuh, tepatnya di ruang server. Jadi dia ke atas dulu. Gue tanya mMahar. Kata Mahar, si Nubi sempet kesana buat ngambil perkakas. Abis itu, ya langsung turun." Fufu menjelaskan. Ku tatap mata beningnya. Lebih tajam dari yang biasa. Dia mengerti sesuatu. Dia memastikan sebuah kesimpulan. Kini bagiku hanya tinggal mencari tahu bagaimana pelaku mematikan internet.

Kuhitung jumlah komputer yang terletak di lantai ini. Semuanya dua puluh satu unit. Sebenarnya semua komputer terhubung jaringan. Namun komputer-komputer itu tidak dapat mengakses ke internet karna session timed out. Cuma karna Request timed out. Kecuali komputer milik Yulda yang benar-benar Disconnected.

Dan kini ku mengira. Letak permasalahan terdapat pada switch local. Aku berlari menuju tempat switch di lantai ini. Switch ini diselimuti oleh ruangan kecil tak berpintu. Bergabung bersama perangkat yang lain. Router, Swtich, Access point dan kabel-kabel yang melingkar tak karuan. Mataku menerawang ke lampu Switch. Dan ternyata benar. Pelaku menggunakan alat itu untuk mematikan semuanya. Mematikan semuanya secara serentak.
***



Pertanyaan:
1. Siapa saja kah pelakunya? Alasan?
2. Bagaimana Tricknya untuk menghentikan paket jaringan? Dan satu komputer yang DC tadi?
3. Bagaimana Kronologinya?
4. Bagaimana Tricknya meloloskan diri?

 

Kamis, 21 April 2011

LANGKAH LANGKAH MEMBANGUN DNS SERVER

Langkah-langkah membangun DNS Server
Saya akan menerangkan tentang langkah-langkah membuat DNS Server
Paket software yang harus di install saat menginstall OS nya
yaitu DNS SERVER.
Pilih dengan menekan tombol spasi setelah itu tekan enter
Hostnamenya ketik sesuai keinginan anda sendiri. Tapi saya default aja "ubuntu"
waktu nginstall OS #tapi harap gunakan hostname sesuai hostname anda.
Persiapan

1. Login
2. Masuk sebagai user super dengan mengetik : sudo su
3. Masukan password anda bila diminta
4. cari file bind9 nya dengan mengetik :
cd ../.. #tekan enter
cd /etc/bind #tekan enter
IP yang saya gunakan yaitu 10.3.3.199. Tapi harap gunakan IP anda sendiri.
Dan netmasknya 255.255.255.0. itu perhitungan dari ip saya.
Setelah masuk ke direktori bind nya. kemudian ikuti langkah berikut ini:

1. /etc/init.d/bind9 stop #untuk memberhentikan terlebih dulu BIND9 nya
2. nano named.conf.default-zones
#tambahin dibawahnya

zone "testing.com" {
type master;
file "/etc/bind/testing.com";
};
zone "3.3.10.in-addr.arpa" {
type master;
file "/etc/bind/testing-arpa.com";
};

#kalau sudah, tekan ctrl+x, tekan y, tekan enter.

3. cp db.local testing.com #mengcopy nama lo db.local menjadi testing.com
4. cp db.127 testing-arpa.com #mengcopy nama db.127 menjadi testing-arpa.com
5. vi testing.com

$TTL 604800 @ IN SOA testing.com. root.testing.com.(
201104201 ; Serial
604800 ; Refresh
86400 ; Retry
2419200 ; Expire
604800 ) ; Negative cache TTL
;
IN NS multisrver.testing.com.
IN A 10.3.3.199
ubuntu IN A 10.3.3.199

#ubuntu itu merupakan Hostnamenya, tapi gunakan hostname anda sendiri
6. vi testing-arpa.com

$TTL 604800
@ IN SOA testing.com. root.testing.com.(
201104201 ; Serial
604800 ; Refresh
86400 ; Retry
2419200 ; Expire
604800 ) ; Negative cache TTL
;
IN NS multisrver.testing.com.
IN PTR testing.com
199 IN PTR multiserver.testing.com.

#angka 199 itu merupakan angka belakang IP anda.
IP saya 10.3.3.199, maka saya ketik 199
7. nano /etc/network/interfaces #Masukan IP address

auto eth0
iface eth0 inet static
address 10.3.3.199
netmask 255.255.255.0
gateway 10.3.3.1

8. nano /etc/resolv.conf #masukan ip address

nameserver 10.3.3.199

9. /etc/init.d/networking restart #merestart IP
10. /etc/init.d/bind9 start #starting bind9
11. dig testing.com #Check bind9 untuk memastikan
12. ping testing.com #Check bind9 untuk memastikan

The DNS Server has been set up succesfully.

Sabtu, 09 April 2011

Kemenangan Helispot

Sekedar menunjukan aja buat para troopers Point Blank. Mungkin ada yang udah enggak main PB lagi karena suatu hal yang menyedihkan. Tapi emang seperti itulah yang namanya kehilangan. Kita udah capek-capek maenin dan ngembangin char kita, eh tanpa kita duga char kita ke hack atau ke banned. Kita mungkin berharap bisa memainkan kembali char tersebut. Namun itu tidak mungkin. Yang bisa kita lakukan hanyalah memandangi screnshot-screnshoot yang kita simpan di komputer kita.

Seperti saya ini yang cuma bisa ngebayang bayangin waktu saya main PB bersama teman-teman satu clan. ketawa tawa , canda-cindi, apalah itu. yang membuat kita merasa senang dengan persahabatan. Kalo saya disuruh ngulang buat char baru, itu gak mungkin. karana butuh waktu berbulan bulan untuk mencapai pangkan tinggi. lagian juga kata temen-temen ngeri banget kalo lagi banyak cheater. Ok deh, saya mau kasih liat berbagai screenshot char saya. Kali aja bisa bikin anda terinspirasi untuk membuat game.


Ini waktu saya main war clan


Ini screenshoot-screenshoot di Helispot





















Kalo ini waktu main Bomb Mision









Mungkin suatu saat nanti saya bisa mendapatkan char saya kembali.. :P hehe..
Head Shoot..