Senin, 14 Januari 2013

Hadiah Masa Lalu


"Fadli! Ayo cepet ke lapangan. Sebentar lagi giliran kita buat ngurusin anak baru."

Mendadak lamunanku lenyap setelah dikagetkan oleh ajakan Rifky. Lantas aku bangkit dari satu garis anak tangga yang sejak tadi sepi tanpa dilewati gerombolan Pasukan Putih-Abu-abu. Kupandang sejenak rerumputan hijau yang menikari permukaan taman. Sudah terlihat kering setelah empat jam lamanya matahari menebar panas dan meminum butiran-butiran air hujan yang beberapa saat lalu mengguyuri rumput itu.

"Oh ya. Eh.. Kita ngelatih PBB buat kelas berapa?" Tanyaku.
"Kita kebagian kelas X AK 2. Nah, ayo makannya cepetan siap-siap. Gue nggak sabar pengen kenalan sama anak baru. Katanya anak cewenya cakep-cakep."

Itulah Rifky. Teman satu ekskul paskibku yang selalu kegatelan dengan perempuan. Hobinya nembak cewe. Dan pantasnya disebut playboy karna sama sekali nggak ada karakter kesetiaan dari sosoknya.

Sementara bagiku, diriku sendiri adalah seorang remaja yang memiliki jiwa kesetiaan dan mencerminkan penuh kasih pada seseorang yang sungguh-sungguh menginginkanku. Aku jadi teringat kembali pada lamunanku tadi. Aku memikirkan dia. Seseorang yang kumaksudkan itu telah bersinggah lama didalam hatiku. Bertahan keras dan membuatku teguh untuk tidak berpaling dan melirik wanita lain.

Dia perempuan yang kukenal empat tahun lalu ketika aku duduk di bangku kelas delapan esempe. Berjiwa dingin dengan wajah yang menampilkan kesejukan bagi orang yang menatapnya. Beningnya bola mata yang selalu menawarkan penjamahnya untuk tidak mengedipkan pandangan terhadapnya, masih terlukis jelas dalam bayang ingatanku. Sosok yang dikagumi setiap lelaki, raut yang benar-benar indah, menawan dan mengagumkan, dialah yang sampai saat ini kurindukan. Dialah Anna.

Aku masih sangat hafal pada kejadian empat tahun lalu. Ketika pertama kalinya aku menjabat punggung tangannya dan memulai persahabatan dengannya. Senyum manis pun saling terulur. Mewakilkan banyak rasa untuk diungkapkan. Aku dan Anna berada dikelas yang sama, kelas 8-4. Dan mujurnya, bukan hanya sekelas, tapi duduk bersebelahan pula.

Aku pun sangat bahagia bisa setiap hari berada disampingnya. Bisa saling bertanya dan menjelaskan pelajaran, kadang bercanda dan tertawa, sampai-sampai saling curhat tentang berbagai masalah. Sehingga rasa yang kurasakan saat itu terasa beda dan lebih tinggi. Rasa persahabatan itu berubah menjadi perasaan suka dan cinta kepadanya. Rasa yang baru kurasakan dalam hidup. Rasa yang tak yakin, tapi membuatku nyaman. Yaitu rasa ingin memilikinya.

Empat bulan berlalu begitu lama. Rasanya aku sangat menghayati di caturwulan pertamaku dikelas delapan. Meskipun aku belum juga mengatakan rasa yang sebenarnya kepada Anna. Karna aku masih belum berani untuk mengatakan hal semacam itu. Hal yang gila dan membutuhkan mental tinggi karena harga diri taruhannya.

Hingga akhirnya semester pertama berakhir. Namun yang kulakukan hanyalah mengulur-ngulur waktu tanpa adanya rencana dan tujuan yang jelas. Sampai pada saatnya aku menyadari akan semua kesempatan yang kubuang, dan aku sangat menyesal ketika aku menyianyiakan banyak peluang yang kumiliki. Aku menyesal. Permaisuriku dirampas oleh orang lain!!

Aku kehilangan dia. Aku melaluinya begitu saja. Aku lebih banyak berdiam dibanding berusaha menunjukan cintaku yang tersirat. Dan kini, aku selalu melihat Anna yang duduk berdampingan dengan Andri, pacarnya, di bangku panjang depan kelas. Menyesakan. Bawaan hati ingin sekali kuludahi wajah cowok disamping Anna itu.

Aku seperti kehabisan akal. Yang kulakukan hanyalah kembali menunggu. Entah apa yang kutunggu. Karna sampai kenaikan kelas pun Anna belum juga putus dengan Andri. dan jarak antara aku dengan Anna pun semakin terasa ketika aku harus berada dikelas yang berbeda dengannya.

Tapi tebak, apa yang membuatku makin ragu untuk mendapatkannya? Anna tidak menghiraukanku lagi semenjak awal kelas sembilan. Anna sama sekali tidak membuka mulutnya untuk mengobrol seperti biasa denganku. Jangankan bicara, membalas kata `hai` saja juga tidak. Bagaikan sudah lupa akan segalanya.

Tak tahu, aku sama sekali tak mengerti dengan pengabaiannya. Namun anehnya aku selalu ditatap mata beningnya setiap kami berpapasan. Pancaran matanya pun beda, kali ini lebih kuat dan seolah terisi banyak harapan yang ingin diungkapkan olehnya. Memberikan tawaran bagi kedua mataku untuk ikut terikat dalam garis penglihatannya.

Setiap hari berjalan sama. tidak beda dan seperti biasa. Aku cuma bisa bermain mata dengan gadis seusiaku itu. Tak ada upaya yang bisa kulakukan untuk merapikan kembali kesalahanku dulu. Dan aku juga tak tahu sedang kuapakan lagi dia. Tidak melepas, tidak juga bertahan. Mungkin sedang dalam puncak kebimbangan.

Empat minggu menjelang Ujian Nasional, aku mendapat kabar gembira kalau Andri sudah putus dengan Anna. Serasa hembusan angin musim datang berlalu melewati lahan hatiku dan menumbuhkan kembali bunga-bunga cinta yang bermekaran indah. Memunculkan kembali setitik cahaya yang memberikan percikan harapan didalamnya. Kini giliranku, aku yang akan membidik Anna dengan busur dan anak panah yang telah kusiapkan dipunggungku.

Dan tepat ketika hari pengumuman kelulusan tiba, ketika semua siswa bersorak girang dalam memeriahkan kelulusannya, ketika semua perasaan di hati hanya terdapat kebahagiaan, termasuk aku dan Anna yang juga sedang berada dalam puncak kebahagiaan, ketika itulah aku menyatakan sebuah rasa yang sudah tak tahan lagi bagiku untuk memendamnya. 'Annabella, aku sayang kamu!'

Namun apa yang kudengar saat itu? Kau tahu? Aku DITOLAK!! Rasa sesak kembali hinggap. Lebih pahit dan sangat menghimpit. Perasaanku hancur berkeping-keping. Sudah sangat lelah aku mencintainya, namun malah kepedihan yang kupetik. Semua harapanku sia-sia. Pengorbananku sejauh ini hanyalah penantian busuk yang terbuang percuma.

Keadaan pun bertambah pahit ketika ia bilang kalau tak lama lagi ia akan melandas ke Sydney untuk melanjutkan sekolahnya disana. Itu juga yang menjadi alasan utama baginya untuk menyudahi hubungannya dengan Andri sekaligus menolak mentah-mentah tawaranku. Hanya sebuah pesan lisan yang ia tinggalkan untukku. Dan ia memintaku untuk menyimpannya baik-baik didalam benak.

"Dulu aku mencintaimu. Tapi cintaku itu berbah menjadi benci karena aku ngira kalo kamu nggak suka aku. Kamu terlalu lama bertindak, Fad. Dan itu yang bikin aku terus nyuekin kamu dan ingin sesegera mungkin aku ngelupain kamu. satu hal yang bisa kamu pelajari, jangan terlalu lama untuk menunjukan cintamu itu. Mungkin akan sangat berguna untuk seseorang lain yang kamu cintai nanti." Ucapnya lembut. Kemudian ia memelukku sebagai tanda perpisahan panjang.


***


"Yee.. Malah bengong. Ayo, Fad, kita kelapangan. Anak kelas satu udah pada ngumpul tuh." Kata Rifky sambil menepuk pundakku. lagi-lagi dia membangunkanku dari lamunanku.
"Eh, iya sorry. Ayo cepet." Kataku sambil merangkulnya.

Belasan deret siswa baru sudah berjajar ditengah lapangan untuk menerima pelatihan baris-berbaris dihari pertama MOS ini. Lantas aku dan Rifky segera menangani dua buah deret yang diisi oleh siswa kelas sepuluh jurusan Akuntansi 2.

"Siap gerak! Lancang depan gerak! Tegak gerak! Satu langkah samping kanan jalan! Istirahat ditempat gerak! Siap gerak! Hormat gerak! Tahan...." Kataku memberikan aba-aba dengan tegas. Kemudian aku berjalan ditengah barisan untuk memantau lebih dekat.

"Kamu salah. Posisi tanganmu  seharusnya......." Kata-kataku terpenggal.

Aku tersentak. Sungguh terkejut dan membuatku terpaku. Pandangan mataku membuatku sadar kalau seseorang dihadapanku itu tidak asing bagiku. Seseorang yang sama persis dengan orang yang selama ini kunanti, kusayangi, dan kurindukan. Seseorang yang kian hari kian kucinta, kian lama kian kudamba. Sosok yang indah, ramah, dan penuh kesejukan. 'Anna, itukah kamu?'

"Seharusnya gimana, kak?" Tanyanya.
"Se..seharusnya..be..begini.." Jawabku terbata-bata sambil mengatur tangannya.

Seusai latihan baris-berbaris, aku cepat-cepat menghadang wanita itu. Dan tanpa basa-basi, aku langsung memperkenalkan diri dan berharap bisa tahu lebih dekat dengan dirinya.

"Hey. Namaku Fadli, kelas XII Multimedia 1. Kalo kamu?"
"Eh, hey, Kak. Aku Lilia, kelas X AK 2."
"Hey, Lilia. Salam kenal yaa.. Ng.. Kita bisa saling kenal lebih dekat kan? Kalo ada sesuatu yang mungkin bisa kubantu, bilang aja."
"Iya, Kak. Tentu." Ucapnya ramah.

Nyaman. Pertemuan yang melegakan. Dadaku terasa sedikit lapang setelah mengenalnya. Sebuah kehadiran tak terduga datang menenangkan batinku. Sebut saja sebagai hadiah masa lalu. dan kuharap dia bisa menjadi pengganti Anna untuk mengobati rasa sakitku yang berderai begitu lama.

Empat belas hari telah berlalu, aku menyadari kalau aku jatuh cinta dengan Lilia. Dan aku merasakan kalau hatiku semakin luntur dari Anna. Bahkan mungkin nama itu telah lenyap tak tersisa. Tergantikan oleh paras Lilia yang setiap harinya selalu ada bersamaku.

Dari situ, aku mencoba untuk memanfaatkan kesempatanku. Tidak ada lagi penyia-nyiaan yang berujung percuma. Melainkan menuruti pesan Anna dua tahun lalu untuk tidak terlalu lama dalam menyatakan cinta, serta menyikapi pengalamanku lalu yang dulu pernah kualami. Dan itu akan kucoba untuk mempraktikannya dengan Lilia.

Seiring jalan, hubunganku dengan Lilia semakin dekat. Dari omongan biasa menjadi serius. Dari ucapan canda menjadi ucapan puitis, romantis, dan harmonis. Sampai saatnya ia terkena pancingan kata-kataku yang secara tak langsung menyatakan kalau ia juga suka kepadaku. Membuatku makin percaya diri untuk mengeksekusi perburuan cinta.

Hingga pada suatu hari, dimana aku memintanya untuk menemuiku sejenak di perpustakaan sekolah setelah jam pulang berbunyi.
"Lilia, entah kenapa selama aku ngeliat kamu, aku sangat merasa nyaman didekat kamu. Aku sayang kamu." Ucapku dengan sorot mata yang penuh harapan.
"Aku juga sayang kamu, Kak." Jawabnya singkat sambil merebahkan senyum malu diantara kedua lesung pipinya yang manis.

Mulai saat itu, hubunganku dengan Lilia sudah berganti menjadi status berpacaran. Menggelikan sekali, tapi menentramkan. Dan hal baiknya, aku menjadi tertolong dengan adanya Lilia yang membantuku dalam menerangkan kembali materi-materi kelas satu yang nantinya akan disajikan dalam UN.

Sepanjang hari, aku selalu merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Cinta kami berjalan sempurna. Saling menebar kasih yang memberikan jutaan kesejukan serta kenyamanan. Beragam kelezatan selalu kutelan dari hidangan manis yang ia sajikan. Pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan betapa indahnya mencintai dan dicintai seorang kekasih.

Hubunganku dengannya terus bertahan hingga aku lulus ujian dan tamat sekolah. Sementara Liliaku itu naik ke kelas sebelas dengan hasil yang sama memuaskannya dengan hasilku. Dan aku mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai programmer di salah satu perusahaan stasiun televisi swasta. Tanpa ragu aku mengambilnya sekaligus juga aku mengikuti perkuliahan dibidang IT yang sudah aku rencanakan sejak dulu. Tapi itu bukan penghalang bagiku untuk berhenti memperhatikannya. Aku masih bisa menyempatkan diri untuk mengantarnya kesekolah, dan terkadang di hari minggu aku mengajaknya jalan-jalan kesuatu tempat.

Hari libur diakhir bulan, aku bisa menghirup napas lega dan menghilangkan rasa penatku karena hari ini aku bebas dari kerjaan dan kegiatan kuliah. Plus, jutaan rupiah bersarang ke kantongku atas gaji yang kuperoleh dari bayaran kerja sebulan.
"Kriing..." Handphone ku berdering. Dari Lilia.
"Iya, Ay. Kenapa?"
"Kamu bisa nemenin aku ke bandara nggak? Aku disuruh mama buat jemput kakak sepupuku. Bisakah?"
"Oh ya tentu. Aku kerumah kamu sekarang ya."
"Makasih."
Piiip..

Aku pun bergegas kerumah Lilia menggunakan motorku. Kemudian menemuinya dan ia memintaku untuk segera menemaninya ke bandara karena tak lama sepupunya akan tiba di Jakarta. Ku tinggalkan motorku dirumahnya, Karena ia mengajakku untuk naik taxi saja. Dan, kurang dari satu jam, aku dan Lilia pun sampai di bandara Soekarno-Hatta.

"Ayo cepet, Ay. Aku nggak sabar pengen ketemu mbak ku. Udah tiga tahun kami nggak ketemu." Ucapnya sambil menarik-narik tanganku.

Ya. Pasti Lilia sangat rindu akan perpisahan panjang yang merenggang selama hitungan tahun dengan sepupunya. Aku pun jadi tak sabar ingin melihat bagaimana ekspresi mereka nanti saat saling bertatap muka. Tentunya akan menjadi hari nostalgia yang terasa hangat didalam ruang rindu mereka.

"Mbaaak....!" Teriak Lilia kegirangan kepada salah satu wanita yang berdiri diantara laju kaki-kaki yang berlalu lalang.

Tapi.., Haaah..!!? TIDAK MUNGKIN!! A.. Aku tak percaya!! A.. Aku kembali berjumpa dengan dia!!? Seseorang yang dulu kuinginkan. Seseorang yang dulu kukagumi, kucintai, dan kusayangi. Seseorang yang dulu membuatku kacau, berantakan dan tak karuan. Seseorang yang masih sama seperti empat tahun lalu, namun hanya badannya saja yang terlihat lebih tinggi dari sebelumnya. Aku tak menduga. kalau orang yang disebut-sebut Lilia sebagai sepupunya adalah... Annabella!!

Aku terhenyak. Terhanyut begitu dalam. Pandanganku membeku, dan kedua mataku tidak dapat membohongi kalau itu bukan dia. Perempuan yang kini berdiri tepat dihadapanku dengan roman muka yang menampilkan keterkejutan yang sama tak menduganya seperti ku, itu benar-benar dia. Permaisuri ku lalu!!

"Mbak? Kok melongo aja sih? Kok nggak peluk aku? Mbak nggak kangen nih?" Tanya Lilia yang juga ikut keheranan melihat raut wajah sepupunya.
"Mbak kangen, Sayang. Kangen banget."

Kedua saudara itu pun berpelukan. Dan terlihat Anna mulai menangis. Namun, entah menangis karena apa. Karena seharusnya ia tersenyum dalam perjumpaannya. Kalau diperhatikan, mereka berdua memang mirip, dan seperti kembar identik.

"Oh ya. Kenalin, ini mbak Anna, sepupuku. Mbak, ini Fadli, pacarku." Ucap Lilia memperkenalkan. Padahal aku dengan Anna sudah saling kenal jauh sebelum ini.

Namun yang kutangkap dari wajah Anna adalah rasa heran yang berlipat-lipat dari sebelumnya.
"Pacar?" Tanya Anna seraya mengerutkan dahi dan perlahan ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iya." Aku menukas.
"Fadli, aku nggak nyangka kalo kamu begitu cepat ngelupain aku. Dan kamu, menggantikanku dengan yang lain. Asal kamu tau, aku udah nanti-nantiin keberangkatanku ke Jakarta ini. Aku nggak tahan nyimpen rindu ke kamu. Tapi apa yang aku dapatkan? Rasa pahit yang menyesakan." Ucap Anna dengan nada lirih dan kedua matanya mulai mengalirkan setetes tangis.

"Tunggu, Jadi kalian udah saling kenal? Dan maksud mbak tadi, orang yang dulu sering mbak omongin ke aku, orang yang dulu mbak cintai, itu kak Fadli?" Tanya Lilia yang mulai mengerti dengan peristiwa ini.
"Iya." Jawab Anna singkat.
"Ma.. Maaf mbak kalo gitu. A.. aku rela kok buat mutusin......"

"Enggak, Ay." Potongku cepat. "Masa lalu adalah masa lalu. Anna yang sekarang bukan lagi Anna yang dulu. Begitu juga dengan aku. Anna sendiri yang mengajarkanku kalau aku nggak boleh terlalu lama dalam menyatakan rasa disaat aku menemukan cinta. Dan cintaku kini adalah kamu, Ay! Kamulah cintaku! Lilia, sayangku, kamu nggak bisa mutusin aku begitu saja. Karena kamu, adalah hadiah masa lalu ku." []

4 komentar:

  1. sebenernya sih ga seberapa suka cerita cinta tapi beneran yang ini lumayan lho
    kutunggu cerpen selanjutnya..

    :good:

    BalasHapus